Selasa, Januari 26, 2010

G E L A R P A H L A W A N ( Beliau yang terlupakan )


G E L A R P A H L A W A N
( Beliau yang terlupakan )

Ketika seorang Gus Dur wafat, ada kasak-kusuk sebuah wacana untuk menjadikan beliau sebagai Pahlawan Nasional. Setelah beberapa hari dikebumikan wacana itu kian booming dikalangan warga Nahdiyin, ABG (Anak Buah Gusdur) atau bisa juga kita sebut sebagai pengikut Gus Dur, maupun kalangan elite politik yang ada di parlement yaitu Fraksi PKB. Mereka berkoar-koar bahwa Gus Dur layak untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional karena jasa-jasa beliau cukup besar untuk tumbuhnya demokrasi di negeri ini. Tidak hanya itu, bagi kaum minoritas pun juga tidak mau kalah membela sang guru bangsa ini. Mereka beranggapan Gus Dur lah sosok yang berani membela nasib mereka dari keterpasungan yang dilakukan oleh penguasa Orde Baru. Gus Dur lah tempat mereka mengadukan nasib dari segala perbuatan deskriminasi yang dilakukan pemerintah. Tidak hanya itu saja, bahkan orang nomer satu di negeri ini pun tak mau ketinggalan. SBY memberikan gelar kepada Gus Dur sebagai Bapak Pluralis. Tapi yang dilakukan SBY ini masih kalah dengan aksi beberapa warga Jawa Timur. Bahkan mereka dari daerah Pasuruhan sampai mbela-mbelain longmarch sejauh kurang lebih 150 KM dari Pasuruhan ke Jombang. Demi mengantarkan dukungannya agar Gus Dur bisa dijadikan Pahlawan Nasional. Segala macam cara pun ditempuh oleh kaum Nahdiyin ini. Dari pengumpulan tandatangan, longmarch hingga sowan ke kyai sepuhnya NU untuk mengumpulkan dukungan agar Alm. Gus Dur bisa dijadikan Pahlawan Nasional seperti ayah dan kakeknya. Melalui jalur hukum pun telah dilakukan. Sekjen PKB secara resmi telah mengajukan Gus Dur ke DEPSOS agar dapat diberi gelar Pahlawan Nasional.
Langkah ini sebenarnya sudah didahului oleh sekelompok Ormas dan sebuah Partai besar yang ada di Indonesia. Partai berlambang Beringin ini telah mengajukan juga sang maestronya untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional. Tidak lain dan tidak bukan adalah sang penguasa Orde Baru siapa lagi jika bukan eyang sepuh H. Muhammad Soeharto. Bahkan Gubernur jawa Tengah sendiri bapak Bibit Waluyo telah mengajukan agar sang eyang ini diberi gelar pahlawan nasional sudah sejak setahun yang lalu ke DEPSOS. Akan tetapi DEPSOS sendiri belum mengesahkan hingga saat ini untuk eyang Soeharto mendapatkan gelar pahlawan Nasional. Issue ini mendadak naik ke permukaan ketika para warga Nahdiyin dan Fraksi PKB yang ada di parlement berencana untuk mengajukan Gus Dur untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Partai Golkar pun layaknya nenek-nenek ikut-ikutan latah. Para anggota dewan yang duduk di parlemen juga dengan kekeh dan didasari semangat 45 memperjuangkan Soeharto yang juga dianggap layak untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Nah, sampai disini terjadilah pro dan kontra. Ada beberapa aktivis yang mengatakan bahwa Soeharto tak layak untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. Kenapa? Walaupun pak Harto selama 32 tahun memimpin negeri ini dengan mengisi pembangunan infrastruktur yang hebat akan tetapi , konon katanya dosa Soeharto lebih banyak. Pak Harto bolehlah mendapat gelar Bapak Pembangunan, akan tetapi untuk mendapat gelar pahlawan nasional bagaikan api jauh dari panggangan. Mengutip apa yang dikatakan mantan aktivis yang pernah dipenjarakan pada pemerintahan Soeharto, yaitu Fajroel Racman bahwa pak Harto sama sekali tak pantas menjadi pahlawan nasional. Dia beralibi bahwa pak Harto lah pemimpin yang memasung demorasi, memasung kebebasan berpendapat dan berekspresi, bahkan kaum Tionghoa selama beliau memimpin dipasung kebebasan untuk berpolitik dan hanya diberi kebebasan berniaga. Pada masa Orde baru banyak sekali para aktivis-aktivis yang diculik, yang hingga kini tak tau nasibnya apakah sudah mati atau masih hidup. Bahkan Fajroel Rachman mengatakan Soeharto tak ubahnya seperti diktator Negara Chile Agusto Pinoche ataupun Pol pot dalang pembantaian rakyat Kamboja. Akan tetapi argumentasi ketua KOMPAK dan Sosiolog UI ini dibantah mentah-mentah oleh anggota dewan (maaf saya lupa namanya) dari partai Golkar. Yang jelas para kader partai Golkar akan membela mati-matian sang maestronya. Jelas saja karena ketika pak Harto memimpin negeri ini partai Golkar tumbuh subur bagaikan pohon Beringin yang menjadi lambangnya.
Akan tetapi yang akan saya paparkan sebenarnya bukanlah Gus Dur ataupun eyang Soeharto. Saya akan mengajak anda untuk flashback bahwa sebenarnya ada sosok tokoh nasional yang jasanya lebih dari pada Gus Dur dan Soeharto akan tetapi kita melupakannya dan hingga kini beliau ini belum menjadi pahlawan nasional. Yah.., beliau adalah GRM. Dorojatun atau orang yogya lebih mengenalnya denga Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Akan tetapi sebelum membahas lebih lanjut sepak terjang beliau dalam masa perjuangan akan lebih baiknya jika kita tau dulu apa definisi pahlawan nasional itu. Menurut
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG
GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN Pasal 1 ayat 4 Definisi pahlawan nasional.adalah ;
Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada
warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang
melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur
atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara,
atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan
kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang
luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan
negara Republik Indonesia
Bila kita mau melihat disemua buku perjuangan bangsa ini, saya yakin pasti ada yang menceritakan tentang sumbangsing Sri Sultan HB IX. Sumbangsih atau darma bakti beliau tidaklah sedikit bahkan saya katakan sangat besar. Beliau adalah seorang priyayi jawa sekaligus seorang raja jawa yang satu-satunya mengenyam pendidikan Eropa. Yang namanya raja pastilah kaya. Dan perlu anda tau bahwa dalam masa perjuangan kekayaan keraton Kasultanan Yogyakarta banyak sekali dihibahkan untuk perjuangan bangsa Indonesia khususnya di daerah Yogyakarta. Bila anda ingin tau sepak terjang Sri Sultan HB IX ini bacalah buku Tahta Untuk Rakyat. Di buku ini akan dikupas habis tentang perjalan beliau dari lahir, masa remaja ketika sekolah di Leiden Universitiet Holland , masa perjuangan dan ketika baliau menjadi Wapres . juga tentang tanggapan kiprah beliau untuk negeri ini dari teman-temannya semasa perjuangan seperti Muhammad Roem, Prof. Moestopo, Sjafruddin Prawiranegara, Moh. Natsir, S.K. Trimurti, A.H. Nasution, dan masih banyak lagi.
Didalam tulisan ini bukannya saya sebagai seorang yang berasal dari yogya ingin membela mendiang rajanya sama sekali tidak. Akan tetapi saya ingin mengungkapkan sebuah fakta bahwa beliau Alm. Ngarso Dalem Sri Sultan HB IX yang jasanya melebihi seorang Gus Dur dan pak Harto kenapa hingga saat ini belum mendapat gelar pahlawan nasional. Jangankan gelar pahlawan nasional, namanya pun tak diabadikan untuk nama jalan bahkan di kota yogya sendiri. Nah, marilah kitu urut bersama-sama kenapa hal ini bisa terjadi.
Didalam undang-undangnya tertulis bahwa gelar pahlawan dapat diberikan kepada seseorang dengan catatan harus memenuhi beberapa persyaratan. Salah satunya adalah, bahwa gelar pahlawan Nasional diajukan oleh Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur dimana orang yang diajukan untuk mendapatkan gelar tersebut sudah meninggal dan dikebumikan ditempat itu.
Orang yang diajukan untuk mendapat gelar pahlawan nasional adalah orang yang benar-benar memberikan sumbangsih besar untuk bangsa Indonesia baik dalam masa perjuangan maupun dalam mengisi kemerdekaan. Lalu kenapa hingga sekarang ini Sri Sultan HB IX tak mendapat gelar Pahlawan Nasional? Seperti yang telah saya kemukakan diatas tadi bahwa gelar pahlawan nasional itu harus diajukan oleh kepala daerah c/q Gubernur dimana dia dimakamkan. Nah…, masalahnya taukah anda bahwa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa. Artinya bahwa kepala daerah adalah raja atau sultan c/q ialah Sri Sultan HB X. mengapa hal ini berlaku? Marilah kita tengok kebelakang di masa perjuangan kemerdekaan. Ketika Ir.Soekarno memproklamirkan kemerdekaan RI melalui pembacaan teks Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, maka pada tanggal 5 September 1945 raja kasultanan Yogyakarta mengeluarkan maklumat yang terkenal dengan “AMANAT SERIPADUKA INGKANG SINUWUN KANGDJENG SULTAN YOGYAKARTA.” I
si maklumat itu garis besarnya adalah ;
1. Bahwa Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.
2. Bahwa segala kekuasaan penuh segala urusan pemerintahan dipegang penuh oleh kepala daerah yaitu raja / sultan.
3. Bahwa hubungan Negeri Yogyakarta Hadiningrat dengan pemerintah pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung dan kami (dalam hal ini sultan) bertanggung jawab atas yogyakarta langsung kepada presiden Republik Indonesia.
Sebenarnya jika Sinuhun Ngarso Dalem HB IX ingin memisahkan diri dari NKRI pada waktu itu bisa-bisa saja. Karena Belanda pun memandang Yoyakarta adalah sebuah kerajaan yang terpisah dan bukan bagian dari RI. Akan tetapi seorang GRM. Dorojatun bukanlah sosok yang egoistis dan ingin bekerja sama dengan Belanda. Beliau adalah seorang yang memiliki jiwa satria yang nasionalis dan cinta tanah airnya. Hal ini terbukti dengan dikeluarkanya maklumat diatas. Setelah dikeluarkanya maklumat diatas maka pada tanggal 19 Agustus 1945, sebenarnya piagam ini telah lama dipersiapkan sehari setelah HB IX memberikan ucapan selamat atas kemerdekaan RI kepada Presiden Soekarno akan tetapi baru diserahkan oleh menteri Negara Mr. Sartono dan Mr. A.A. Maramis kepada HB IX tanggal 6 September 1945. Isi piagam itu adalah;

Kami Presiden Republik Indonesia, menetapkan :
Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Abdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang kaping IX ing Ngayogyakarta Hadiningrat, pada kedudukannya, dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kanjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga untuk keselamatan daerah Yogyakarta sebagai bagian Republik Indonesia.



Jakarta, 19 Agustus 1945
Presiden Republik Indonesia
Ttd
Soekarno

Maka jelaslah kenapa Yogyakarta adalah daerah istimewa yang kepala daerahnya adalah raja atau sultan dan hal ini akan terus-menerus berlangsung. Sistem inipun sangat didukung oleh segenap warga Yogyakarta hingga saat ini. Maka dari itu walaupun akan digagas undang-undang tentang Daerah Istimewa Yogyakarta tetap saja Yogyakarta tak akan pernah lepas dari status daerah istimewa karena hal ini rakyat yang menginginkan bukan semata-mata kehendak raja.
Baiklah kita kembali lagi tentang pengajuan gelar pahlawan nasional. Dikarenakan sultan yang saat ini adalah putra dari HB IX karena Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat bersisitem monarki maka yang berhak mengajukan adalah Gubernur DIY yaitu Sri Sultan HB X sendiri. Akan tetapi pihak dari keluarga Keraton sendiri tidak akan pernah mau mengajukan gelar pahlawan nasional untuk HB IX. Hal ini sempat terucap dikala Sri Sultan HB X diundang dalam acara Kick Andy. Ketika itu ditanya kenapa HB IX tidak mendapat gelar Pahlawan. Maka dijawab saja dengan tenang dan mantap oleh sultan, “jadi begini pak andy, dalam undang-undangnya gelar pahlawan itu harus diajukan oleh pihak kepala daerah dimana beliau dikebumikan dan pihak keluarga. Dalam hal ini saya sebagai Gubernur DIY sekaligus pihak keluarga. Tetapi kami, pihak keluarga tak akan pernah mau mengajukan beliau (HB IX) untuk mendapat gelar pahlawan nasional. Biarlah rakyat sendiri yang mencari tau sumbangsih beliau untuk negeri ini, dan biar rakyat sendiri juga yang mengajukan beliau untuk mendapat gelar pahlawan nasional. Karena kami orang jawa berprinsip, “sepi ing pamrih rame ing gawe.” Wow..pasti anda akan terperangah mendengar jawaban dari Sultan Yogya ini. Betapa pihak keraton sendiri tak mau menonjol-nonjolkan jasa-jasa dari HB IX. Mereka justru menutup rapat-rapat hal itu karena sebuah jasa tak layak untuk dipamerkan apalagi diobral murah karena sudah selayaknya bagi orang Indonesia baik itu raja ataupun rakyat jelata untuk ikut bela negara memberikan darma bakti yang terbaik untuk ibu pertiwi begitu juga seorang GRM. Dorojatun. Bahkan ketika beliau Sri Sultan HB IX masih hidup ada sebuah penyelewengan fakta sejarah bahwa penggagas Serangan Umum 1 Maret adalah Letkol Soeharto. Tapi bagaimana sikap beliau? Diam saja..! karena beliau berprinsip menutup serapat mungkin semua sumbangsih dan darma bakti yang telah diberikan untuk Bangsa dan Negara ini. Biarlah Allah SWT yang tau dan sekali lagi biarlah rakyat sendiri yang mencari tau fakta yang benar. Dan ternyata semua itu terbukti. Bahwa penggagas SO 1 maret adalah Sri Sultan HB IX dan Letkol Soeharto hanyalah sebagai pelaksananya saja. Memang diam adalah emas itu sebagai prinsip beliau akan tetapi ketika ditahun-tahun terakhirnya beliau pernah berkata, “bahwa tak selamanya diam itu emas.”
“Ternyata diam saya itu sebuah kesalahan dan dimanfaatkan untuk kepentingan golongan tertentu.”
Bahkan pesan beliau kepada penerus tahtanya BRM. Arjuna Darpita yaitu Sri Sultan HB X agar harus lebih berani dari pada beliau (sultan HB IX) dalam mengambil sikap. (kick andy)
Marilah kita mengambil pelajaran dari kisah hidup seorang priyayi agung dari yogya ini. Tidak pantaslah jika saat ini kita ribut-ribut apalagi sampai gontok-gontokkan dikalangan elite politik hanya memperjuangkan seseorang untuk mendapatkan gelar pahlawan. Biarlah rakyat banyak yang memberi gelar pahlawan itu. Bukankah sudah sebuah kewajiban memberikan darma bakti yang terbaik untuk ibu pertiwi, dan tak patut jika jasa-jasa yang telah kita perbuat untuk diobral demi sebuah gelar pahlawan nasional.

S e l e s a i

Created by
Boim Prasetyo

Tidak ada komentar: