Selasa, April 07, 2015

PUNGLI..PUNGLI…

Nawacita yang didengung-dengungkan Jokowi Presiden Republik Indonesia untuk reformasi mental disegala bidang ternyata hanya dipermukaan saja. Cerita ini saya dapatkan dari pengalaman teman seprofesi yang menjadi kuli tinta. Pungutan liar atau pungli yang dialami teman saya ini terjadi di Bea Cukai Yogyakarta. Mendengar instansi yang satu ini mungkin bagi kita sudah tidak kaget bilamana ada pungutan liar atau pungli bahkan sudah menjadi rahasia umum.

Ceritanya nih, teman saya ini mendapat kiriman bahan batu mulia dari sahabat karibnya yang berdomisili di negeri kangguru Australia. Singkat cerita, batu sudah dikirim melalui jasa pos negara Australia dimana segala pembiayaan baik pajak dan segalanya ditanggung oleh sang pengirim dengan alamat Pos Indonesia lebih tepatnya kantor pos wilayah Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Nah, setelah sampai tujuan kantor pos wilayah sleman paketan batu ini dibuka packingannya lalu dirujuk ke Bea Cukai DIY yang terletak di jalan solo persis di utara pertigaan Bandara Adisucipto Yogyakarta.
Perlu diketahui, menurut cerita teman saya bahwa segala paketan dari luar negeri yang menggunakan jasa pos biasanya dirujuk ke Bea Cukai mungkin karena biayanya yang murahn kalee ye.. Namun jika menggunakan jasa ekspedisi, paketan akan langsung diantar ke alamat penerima atau si penerima mengambil ke kantor cabang ekspedsisi tersebut.

Singkat cerita setelah barang paketan sampe ke tangan Bea Cukai, niat hati teman saya ini akan mengambil dan sesampainya di Bea Cukai ternyata harus menebus paketan yang berisi 1 kilogram bahan batu akik sebesar 1 juta rupiah..wow…

Dan 1 juta rupiah ini tanpa ada SOP nya . Tau SOP ga, SOP ialah : Standar Operation Procedure. Intinya pungli gitu sajalah. Mendengar satu juta rupiah teman saya satu profesi ini terperanjat. Gilaaaa…cuma batu aja suruh nebus 1 juta rupiah. Meskipun sudah dijelaskan jika segala biaya pengiriman sudah ditanggung oleh si pengirim dan batu itu hanya untuk koleksi tidak untuk dijual kembali tapi tetap saja sang petugas Bea Cukai mematok harga 1 juta rupiah kalo ingin batu ini bisa dibawa pulang.

Perasaan jengkel bercampur ingin ketawa jadi satu, pokoknya nano-nano dech, rame rasanya. Lalu teman saya ini mencoba menghubungi kawan yang biasanya mengundang para kuli tinta jika ada jumpa press ketika ada penangkapan kurir shabu-shabu yang berhasil diringkus. Nah melalui kenalan pegawai Bea Cukai ini kawan saya meminta tolong untuk mengambilkan kiriman batunya, alhasil dengan pertolongan kenalan pegawai Bea Cukai ini batu bisa dibawa pulang tapiiii… ya tetap aja harus keluar duit sebesar 300 ribu rupiah. Dan uang 300 ribu rupiah inipun juga tidak ada buktI kuitansinya jika memang dianggap sebagai biaya ataupun pajak penebusan barang paketan, artinya ya pungli lagiii..

Nah dari pengalaman kawan saya ini maka bisa dikatakan memang instansi yang satu ini masih banyak oknum-oknum yang melakukan pungli untuk meloloskan barang. Dan jika barang tidak ditebus dengan membayar pungli biasanaya akan mereka pake sendiri ataupun dijual. Pantesan cepet kaya…!!!

Yang bisa diambil pelajaran dari kejadian transaksi pungli ini jika ada sanak-saudara yang akan mengirimkan paketan dari luar negeri untuk masuk ke dalam negeri  (Indonesia ) lebih baik menggunakan jasa ekspedisi meskipun biayanya mahal tetapi tidak akan lagi dipungut biaya macam-macam. Seluruh biaya dan pajak pengiriman serta tetek-bengeknya ditanggung oleh si pengirim jadi kita tinggal menerima barangnya saja tapi emang sedikit lebih mahal daripada dengan menggunakan jasa pos.

Meskipun menggunakan jasa pos karena kepengen murah tapi kalau ujung-ujungnya harus berurusan dengan oknum Bea Cukai yang suka mematok pungli ya jatuhnya mahal jugha to..!! Semoga pengalaman kawan saya ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua ternyata pungli itu bener-bener ada tak hanya preman kampung ataupun preman pasar yang tukang malak, tapi preman berseragampun juga demen banget sama yang namanya pungli.


 by boimprasetyo ( memerdekakan kreativitas jauh di luar ambang batas )