Jumat, Juni 11, 2021

Tips terhindar dari investasi bodong dan pinjol illegal


Agar terhindar dari jeratan dan jebakan investasi bodong serta pinjaman online ( pinjol illegal ) masyarakat dihimbau untuk menerapkan Dua L, yaitu legal dan logis. Jika ada penawaran investasi dipersilahkan melakukan pengecekan legalitas perusahaan yang menawarkan investasi tersebut ke Otoritas Jasa Keuangangan ( OJK ).

Selanjutnya lakukan analisa logis, artinya tela’ah lebih dulu apakah penawaran yang diajukan rasional masuk akal atau tidak. Ada empat tips agar terhindar dari jeratan pinjol ilegal yang menyengsarakan nasabahnya itu diantaranya, pinjam pada fintech yang legal dan terdaftar di OJK. Pinjam sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan bayar, jangan meminjam untuk menutup hutang lama atau istilahnya gali lobang tutup lobang.

Meminjam lah dana untuk kegiatan produktif mendorong perekonomian keluarga jangan untuk kebutuhan konsumtif dan pahami betul-betul resiko yang akan dibebankan ketika sudah meminjam melalui pinjol.

Masyarakat untuk tidak tergiur dengan sejumlah dana yang tiba-tiba masuk ke rekening pribadi. Jika terjadi demikian, pemilik rekening wajib melakukan konfirmasi ke bank untuk mengetahui pihak mana yang telah melakukan transfer dana misterius tersebut.

Selain itu, perlu waspada dengan penawaran yang dibarengi kemudahan persyaratan memberikan pinjaman melalui pesan singkat ( sms ) dan itu dipastikan dari pinjol ilegal. Jika mendapatkan tawaran pinjaman dari fintech pinjol maka disarankan untuk melakukan pengecekan ke website resmi OJK. Jika pinjol yang menawarkan pinjaman tidak terdaftar di OJK, maka sudah dipastikan merupakan Fintech Peer To Peer Lending Illegal.

Data terbaru per Mei 2021 financial technology atau pinjaman online yang terdftar di OJK sebanyak 131 di seluruh Indonesia. Sementara itu, melalui satgas waspada investasi hingga saat ini sudah menutup tiga ribu kegiatan pinjol yang sifatnya ilegal.

by boimprasetyo ( memerdekakan kreativitas jauh di luar ambang batas )

Rabu, Mei 26, 2021

Pilih transaksi digital agar terhindar dari biaya ATM Link


Bank berplat merah
yang tergabung dalam Himpunan Bank Negara (Himbara), melakukan revolusi industri perbankan dengan mengenakan biaya tambahan bertransaksi di ATM berjaringan Link. Cara ini dinilai sebagai upaya menggiring nasabah lebih memilih melakuan transaksi secara digital.

Kebijakan Himpunan Bank Negara (Himbara) mengenakan biaya untuk cek saldo, tarik tunai dan transfer di anjungan tunai mandiri (ATM) berjaringan Link, sebenarnya dibolehkan. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) sejak tahun 2015, penyelenggara layanan pembayaran/ payment service dalam hal ini bank diperbolehkan untuk menetapkan tarif antar bank (switching cost). dalam  tahun 2019 yang lalu Bank Indonesia kembali mengeluarkan PBI dengan membentuk Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang tujuannya mengurangi biaya transaksi transfer antara Bank Himbara.

Namun terhitung per 1 Juni 2021, Himbara akan menetapan peraturan dikenai biaya ketika bertransaksi di ATM berlogo Link, nampaknya akan bertentangan dengan sistim GPN, akan tetapi sebenarnya tidak demikian. Kebijakan baru ini merupakan perwujudan dari revolusi industri perbankan yang tadinya sebagai perantara keuangan (financial intermediary), sekarang lambat laun berubah fungsi menjadi layanan pembayaran (financial services).

Hal ini disampaikan pengamat keuangan Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Kushdianto Setiawan. menurut Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis UGM ini, “Saat ini konsumen ketika berhubungan dengan bank, motivasinya tidak lagi menyimpan uang di bank untuk mendapatkan bunga, tapi agar mendapatkan layanan.”

Menurutnya, himbara yang semula menggratiskan transaksi di ATM berjaringan Link, terhitung per satu Juni besok dikenai biaya, tujuannya mengedukasi nasabah untuk mengoptimalkan layanan digital banking. “ Saat ini bertransaksi atau transfer antar bank dengan teknologi layanan mobil banking atau internet banking lebih murah biayanya, dibandingkan transfer langsung datang ke bank atau lewat ATM.” katanya.

Bank yang tergabung dalam himbara telah banyak berinvestasi di platform digital, sehingga menghendaki nasabahnya untuk beralih menggunakan transaksi digital seperti pemanfaat mobile banking ataupun produk e-money dari bank plat merah. “ Dalam beberapa waktu terakhir bank-bank yang tergabung dalam himbara mengganti platform digitalnya, artinya investasi mereka harus segera dipakai oleh konsumennya, sehingga mengenakan biaya untuk transaksi ATM, bagian dari mengedukasi pasar agar beralih ke layanan digital.” tukasnya.

Arahnya ke depan, dalam industry keuangan penggunaan transaksi digital baik produk dari bank ataupun Financial Technology (Fintech) akan lebih sering digunakan dari pada transaksi tunai. Hal ini sesuai permintaan pasar dimana saat ini berbagai sistim pembayaran sudah familiar menggunakan produk fintech ataupun e-money dari bank. Untuk itu, bank maupun fintech berlomba-lomba untuk memperbaiki sistim dan keamanan produk tarnsaksi digitalnya dengan memberikan kelangkapan fitur untuk memermudah penyimpanan atau pembayaran keuangan.

by boimprasetyo ( memerdekakan kreativitas jauh di luar ambang batas )