Rabu, Juni 08, 2011

Mr. “A”



Situasi perpolitikan Negeri Hastinapura baru gonjang-ganjing dihajar scandal korupsi sang Bendahara Negara. Lagi-lagi sosok Durmagati buat ulah dengan menyuap pamanya sendiri Yamawidura agar proyek pembangunan wisma ksatrian diloloskan. Untuk aksi penyuapan ini Durmogati ga tanggung-tanggung sebesar 120 ribu dolar Hastinapura atau setara 800 juta lebih disodorkan ke uwaknya agar proyek pembuatan wisma ksatrian dilimpahkan proyek pembangunanya ke dia alias tendernya dimenangkan. Tapi celakanya ternyata manuver busuk Durmogati ini salah sasaran. Sang uwak bukanlah tipe orang yang bisa disogok begitu saja. Bukannya alih-alih menerima sogokan justru Yamawidura melaporkan perbuatan ponakannya ini ke eyang Bisma orang paling tua dan paling disegani se antero hastina pura bahkan hingga Negara indraprasta dimana pendawa lima berkuasa. Menindak lanjuti hal itu Sang Resi Bisma pun membawa isu penyuapan ini ke sidang pleno di Bale Manguntur Keraton Hastinapura. Dengan lantang sang resi menceritakan apa yang telah dilakukan cucunya Durmogati terhadap uwaknya Yamawidura. Ditengah persidangan yang dihadiri Raja Duryudana, Maha Patih Sengkuni dan segenap para tetua dan para maha guru seolah-olah durmogati bagai ditelanjangi. Mukanya merah-padam menahan marah, malu sekaligus menahan kencing karena rasa takut akan hukuman yang kelak akan diterimanya. Pokoknya udah kaya kepiting rebus dech. Akan tetapi bukan Durmogati namanya jika ga bisa mengelak, menampik segala tuduhan yang dilontarkan eyangnya. Dengan bantuan saudara-saudaranya dan sedikit memberi kode lirikan kepada paman Patih Sengkuni maka persidangan di Bale Manguntur Keraton Hastinapura pun berubah menjadi perdebatan sengit saling menyerang antara kubu Yamawidura yang di dukung Eyang Bisma dengan kubu team rusuh yang didalangi Durmogati dan di backingi sang paman Maha Patih Sengkuni. Tak jarang nama-nama anggota kebun binatang di absen satu per satu dilontarkan oleh kubu Durmogati untuk menge downkan mental kubu pamanya sendiri. Akan tetapi Yamawidura adalah orang yang sudah banyak pengalaman, kenyang makan asam-garam kehidupan segala manuver keponakanya dapat dimentahkan dengan mudah dan didukung fakta dan saksi yang menguatkan. Karena sudah saking bludregnya mendengar suara-suara persidangan yang acak-kadul maka Raja Duryudana pun memutuskan untuk membuat pansus menyelesaikan issue penyuapan ini. Pansus pun dipimpin oleh Adipati Karna yang dianggap netral karena diluar dari keluarga kurawa. Dan persidangan hari ini pun di tutup tok..tok..tok…!
Pasca sidang pleno yang membuat durmogati hamper saja pipis di celana itu pansus yang dipimpin Adipati Karna memutuskan untuk menyopot jabatan Durmogati sebagai Bendahara Negara agar mempermudah dalam pemrosesan. Atas pencopotan jabatan ini durmogati pun tak bias cemuit karena SK pemecatannya telah disetujui oleh Duryudana dan segenap para tetua Hastina. Keadaannya sekarang mulai sulit, ruang geraknya pun kian sempit kemana-mana dicurigai dan jadi bahan pergosipan. Para saudaranya yang mendukungnya pun kian menurun. Dasar watak kurawa jika senang-senang inginnya diajak tapi jika dalam kesulitan pada cuci tangan. Karena sudan cuntel otaknya dan ga bisa berpikir lagi maka Durmagati pun akhirnya sowan ke pamannya sekaligus Patih Hastinapura. Sengkuni merupakan tokoh politikus garis keras alias culas alias main curang dalam segala hal. Dengan mengiba-iba dan ditambah sedikit airmata buaya Durmogati pasrah bongkok’an kepada pamanya yang penting dia terselamatkan jikalaupun dapat hukuman maka sebisa mungkin dihukum seringan-ringannya. Bukanlah Sengkuni jika tak bisa mencari jalan keluarnya. Berbagai macam manuver politik akan ia tempuh bahkan semua jalan dianggapnya halal yang terpenting keponakannya ini bisa terselamatkan. Akan tetapi semua itu tak gratis harus ada kopensasinya. Meskipun dengan keponakannya sendiri Sengkuni pun tetap perhitungan alias otak materialistis. Sengkuni memberi jaminan kepada Durmogati bahwa dia akan terselamatkan dalam scandal penyuapan pembangunan wisma ksatrian dan jabatan menjadi Bendahara Negara akan dipegangnya kembali. Akan tetapi jika pembelaan Sengkuni ini berhasil maka Durmogati harus mau mengajukan permohonan kepada kakaknya yang menjadi raja untuk mau menaikkan gaji sekaligus tunjangan sang maha patih. Karena dalam keadaan kepepet, kejepit dan sudah tak ada plan option lainnya maka Durmogati hanya mengangguk saja tanpa kata-kata alias “DEAL”. Maka MOU antara Sengkuni vs Durmogati pun di tandatangani diatas materai 6000 rupiah.
Hari berganti hari hingga berganti minggu keadaan Durmogati kian mengenaskan. Setelah dipecat dari bendahara Negara alias dinon aktifkan, dia pun tak diperbolehkan untuk ngantor. Kemana-mana selalu jadi bahan pergosipan dikalangan elite politik hastinapura bahkan sampai kalangan penjual sayur keliling. Gebrakan sang paman sengkuni yang ia harapkan untuk membelanya pun belum kelihatan. Untuk menemuinya pun sangat sulit. Melihat perkembangan nama baiknya dijatuhkan begitu pesat mental Durmogati down dan fisiknya mulai melemah. Penyakit yang ia derita satu per satu mulai kumat. Kadar gulanya mulai naik, diikuti dangan tekanan darah yang tak stabil, asam urat pun ga mau kalah ikut absen juga, dan itu semua diperburuk dengan gajala panu dan kurap akut akibat dia jarang mandi semenjak diterpa issue scandal penyuapan. Judulnya komplikasi dech..!
Akhirnya Durmogati pun berinisiatif untuk berobat ke negeri tetangga. Negara yang ia tuju adalah Negeri Mandura dimana rajanya masih ada tali persaudaraan baik dengan Hastinapura. Mandura juga negeri yang bisa dikatakan nonblok, tidak memimak blok kurawa maupun pandawa. Atas pertimbangan inilah Durmogati merasa aman untuk berobat menyembuhkan penyakitnya di Negeri Baladewa ini. Akan tetapi dia sendiri tak menyadari kepergiannya untuk berobat justru menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Semenjak kepergiannya untuk berobat ke Mandura justru kabar burung yang ada di Hastinapura kian berkembang hingga menjadi kabar yang benar-benar tak enak di dengar. Di head line-head line surat kabar Negeri Hastinapura ditulis bahwa Durmogati melarikan diri dari tanggung jawabnya karena tak mau diperiksa. Ada pula surat kabar yang menulis bahwa Durmogati minta perlindungan Raja Baladewa karena keselamatannya di Hastina terancam. Banyak juga Koran-koran terbitan sore hari memberitakan bahwa sebenarnya Durmagati ke mandura tidak berobat, bahkan akan membuka scandal penyuapan siapa-siapa saja yang terlibat. Rupanya dia tak mau masuk bui sendirian. Kabar yang simpang siur ini membuat Sang Raja Duryudana tak konsen dengan program kerjanya. Bahkan puncaknya tersebar surat kaleng elektronik alias SMS atas nama Durmogati yang isinya bahwa “Demi jagad dewa bathara yang berkuasa di kayangan njonggring salaka dan pengayom ngarcapada , Saya Durmogati telah dijebak, dikorbankan dan difitnah. Karakter, karier, masa depan saya sebagai Negarawan Hastinapura dihancurkan. Dari mandura saya akan membalas”.
Dengan beredarnya SMS itu maka terang saja suasana Negeri Hastinapura makin tambah panas. Sesama saudara kurawa saling berselisih, mencurigai dan saling pada pecicilan jika berpapasan di jalan. Dursasana lah orang yang pertama naik pitam. Dia langsung memvonis saudaranya Durmogati sungguh terlalu dan tidak ksatria. Durmogati dianggapnya musuh dalam selimut, duri dalam daging, menjegal kawan seiring , menggunting dalam lipatan yang ingin memecah belah kekuatan kurawa. Akan tetapi ada juga yang merasa ketakutan kalau-kalau Durmogati benar-benar membeberkan semua siapa-siapa saja yang ikut dalam skandal pembangunan Wisma Ksatrian Hastinapura. Ada juga yang merasa tau tapi pura-pura ga tau, merasa terlibat tapi pura-pura ga tau dan ada yang bener-bener ga tau apa-apa dan ga mau tau yang penting tiap bulan gaji ga nunggak. Ada pula yang merasa tenang dan damai karena merasa tak bersalah, dialah Yamawidura dan Eyang Bisma.
Belum lagi masalah SMS misterius selesai muncul isu yang berpotensi mengkhawatirkan kedaulatan Negeri Hastinapura. Isu yang berkembang kini adalah bahwa sang pengirim SMS misterius itu adalah Mr. “A” yang berasal dari Negeri tetangga dan masih ada persaudaraan kuat dengan Hastinapura. Lagi-lagi ide busuk Sang Maha Patih Sengkuni berhasil menggiring perhatian segenap ponggawa kerajaan. Dia meluncurkan statment yang sangat controversial yang akibatnya sangat fatal bahkan bisa terjadi pertumpahan darah. Itulah tabiat seorang sengkuni yang selalu menghalalkan segala cara dan tak peduli jika lainnya terkena getahnya atas segala perbuatannya. Bahwa Negeri tetangga yang masih ada tali persaudaraan itu tak lain dan tak bukan adalah negeri Indraprasta dimana para pandawa berada. Maka dengan di dukung IQ dibawah rata-rata dengan kompaklah para bala kurawa menuduh para pandawa sengaja memancing di air keruh. Sengaja ingin memanfaatkan situasi yang sedang panas, mengambil kesempatan dalam kesempitan. Pada awalnya para kurawa dengan semangat 45 melontarkan tuduhan itu kepada saudara-saudaranya yang menetap di Indraprasta, akan tetapi berjalannya waktu mereka pun mulai muncul pertanyaa siapakah Mr. “A” itu ? karena di Indraprasta banyak sekali inisial Mr. “A” itu. Bisa Arjuna, Abimanyu, Antasena, ataupun Antareja. Bukannya bekerja untuk kemakmuran rakyat Hastinapura justru kini mereka sibuk menerka-nerka siapakah mr. A ?
Dalam benak mereka jika mr. A itu Arjuna atau Abimanyu masih mudah untuk diajak berdiplomasi. Karena bapak-anak itu akan takluk sama Eyang Bisma atau Maha Guru Dorna. Akan tetapi jika Mr. A adalah salah satu dari Antasena atau Antareja maka pekerjaan rumah akan tambah sulit. Karena ke dua anak Bimasena itu buandelnya minta ampun, ga ada yang ditakuti, sakti mandraguna dan paling hobi jika menyiksa para kurawa.
Akhirnya isu Mr. A itu pun sampe juga ke Negeri Indraprasta. Di Indraprasta sendiri disikapi dengan beranekaragam. Arjuna dan abimanyu hanya senyam-senyum mendengar issue yang namanya disebut-sebut. Bimasena yang nama anakanya di ikut-ikutkan justru masabodo alias ga ngurus. Antareja dan Antasena malah tertawa ngakak bahagia. Dalam benak hati mereka inilah waktunya untuk menyiksa para kurawa yang songong. Beda lagi dengan tanggapan para punakawan. Karena merasa menjadi wong cilik merekapun berpendapat bahwa itu adalah urusannya para penggede ga mau ikut-ikutan takut kalau malah dijadikan korban.
To be continue..

Tidak ada komentar: