Wayang.. sebuah maha
karya warisan budaya indonesia yang saat ini masih terjaga dan dilestarikan
oleh masyarakat, khususnya di tanah jawa. Salah satu jenis wayang yaitu, wayang
kulit yang terbuat dari kulit kerbau ataupun sapi. Mulai tahun november 2003 wayang
resmi diakui unesco menjadi warisan budaya dunia asli Indonesia.
Diwilayah Jawa Tengah, tepatnya di kabupaten Wonogiri
terdapat sebuah desa dimana masyarakatnya masih menjaga dan melestarikan wayang
kulit. Kepuhsari, desa yang berada di kecamatan Manyaran ini, selain
dianugerahi tanah yang subur, juga diberikan talenta masyarakatnya pandai
membuat kerajinan wayang. Di desa inilah pembuatan wayang dari hulu hingga
hilir dapat ditemui. Dari pengolahan kulit kerbau untuk dijadikan bahan utama
wayang, hingga penatahan dan pewarnaaan wayang yang telah jadi, yang biasanya
disebut seni tatah sungging.
Sosok seorang Guno Wasito yang pertama membuat wayang kulit
di desa kepuhsari pada tahun 1850. Seiring bergulirnya waktu, Mbah Guno mencoba
untuk mengajarkan membuat wayang pada masyarakat kepuhsari, yang hingga saat
ini, kepuhsari menjadi desa wisata sentra pembuatan wayang kulit gaya
Surakarta.
Untuk membuat satu tokoh wayang memerlukan tahapan proses
yang tidak mudah. Bahkan tokoh wayang dengan ukuran besar bisa memakan waktu 1
bulan lamanya. Dalam pembuatan wayang kulit harus melalui beberapa tahapan yang
memerlukan ketrampilan mumpuni. Di Desa Kepuhsari sendiri, bisa ditemui
orang-orang yang mumpuni dalam hal proses pembuatan wayang kulit tersebut
sesuai dengan keahliannya.
Satino, warga kepuhsari yang masih setia menggeluti mengerok
kulit kerbau untuk dijadikan bahan utama pembuatan wayang kulit. Cara yang
digunakan mbah Satino cukup tradisional, dimana kulit kerbau akan dijemur
dengan dipenteng terlebih dahulu sebelum dibersihkan bulunya. Setelah itu direndam
dengan air selama semalam, lalu
dilakukan proses penjemuran lagi berulang-ulang hingga kulit dirasa bisa digunakan
untuk tahap selanjutnya.
Lain Satino lain pula dengan Sarso. Dirinya menggunakan
proses modern untuk membersihkan bulu dari kulit/ dengan cara dicukur
menggunakan grinda.
Namun pada masa pendahulu pembuat wayang di Desa Kepuhsari,
kulit yang akan digunakan untuk membuat wayang akan dilakukan tarang. Tarang
adalah proses pengasapan kulit, dimana kulit diletakkah diatas tungku yang
biasa untuk masak dan proses ini bisa memakan waktu hinga lebih dari 2 tahun.
Prose tarang ini untuk menghasilkan kwalitas kulit
yang baik dan tahan lama, serta tidak mudah koyak saat digerakkan.
Setelah kulit kerbau atau sapi telah bersih dari bulu, maka
proses selanjutnya menggambar tokoh wayang di media kulit tersebut untuk
nantinya ditatah. Wasono, salah satu penatah wayang mumpuni yang dimiliki oleh Desa
Kepuhsari. Sudah ratusan wayang kulit yang ia selesaikan untuk para dalang
kondang Surakarta maupun Jawa Tengah.
Tahap awal dalam penatahan wayang, wasono akan memilih kulit
yang bagus dengan teksture bening untuk dijadikan tokoh wayang yang akan
dibuatnya.
Setelah itu, kulit akan digambar tokoh wayang kemudian tahap
selanjutnya dilakukan penatahan. Proses penatahan inilah yang bisa dikatakan
tahapan paling utama dalam proses pembuatan wayang kulit, dimana diperlukan
kesabaran, ketekunan, keteltian, bahkan laku prihatin jika menginginkan hasil
yang bagus. Berbagai macam ukuran tatah sesuai fungsinya akan digunakan Wasono
untuk membentuk kulit menjadi sosok tokoh wayang dengan karakternya.
Langkah selanjutnya setelah terbentuk tokoh wayang maka akan
dilakukan pewarnaan atau biasa disebut sungging, sesuai dengan karakter tokoh
wayang. Untuk proses pewarnaan wayang memerlukan beberapa tahapan. Sebelum
pewarnaan dasar, wayang diamplas terlebih dahulu untuk menghilangkan serabut,
setelah itu diberikan warna dasar putih lalu warna kuning emas atau biasa
disebut prodo grenjeng. Setelah pewarnaan dengan prodo grenjeng, pewarnaan
Sebuah wayang tentunya belum bisa dimainkan oleh sang dalang
jika belum lengkap dengan cempuritnya, yaitu gapit wayang yang terbuat dari
tanduk kerbau. Pembuatan cempurit ini dilakukan manual dengan cara membelah
tanduk kerbau menjadi 2 bagian lalu dikikir sedemikian rupa hingga terbentuk
gapit yang panjangnya1 hingga 1 koma 5 meter. Di desa Kepuhsari salah satu
warga yang masih setia menggeluti pembuatan cempurit ialah bapak Marso, Sukowiyono Dan Bagas.
Butuh
kesabaran dan ketukunan dalam pembuatan cempurit. Tanduk kerbau yang
didatangkan dari sulawesi oleh tangan-tangan trampil ini akan dibentuk menjadi
lurus, lentur dan mengkilap sehingga menambah elok ketika digunakan untuk
menggapit wayang.
Proses pembuatan wayang dikatan selesai jika cempurit telah
menyatu dengan wayang sehingga bisa dimainkan. Dalam proses pemasangan cempurit
ke badan wayang pun sekali lagi diperlukan sentuhan kesabaran. Cempurit yang
terbuat dari tanduk kerbau, perlu dipanasi dengan lentera agar mudah
dibengkokkan sesuai dengan bentuk yang diinginkan. setelah cempurit dirasa pas
dengan ukuran tokoh wayang, lalu cempurit diikat dengan benang agar dapat
menyatu dengan wayang.
Tidak hanya mahir membuat wayang kulit, masyarakat Desa
Kepuhsari pun piawai dalam olah seni tradisonal khususnya karawitan, waranggana
dan seni pedalangan. Sosok Wulan Sri Panjang Mas seorang dalang perempuan yang
dimiliki desa kepuhsari, menjadi pionir untuk melestarikan seni pedalangan kampung
pembuat wayang kulit ini. Seminggu sekali dirinya mengajarkan bagaimana cara
mendalang, kepada warga yang berminat mendalami seni pedalangan.
Wayang kulit sebuah kesenian tradisi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat jawa. Lebih dari sekadar pertunjukan, wayang
kulit bagi masyarakat jawa tempo dulu
digunakan sebagai media untuk perenungan menuju roh spiritual para dewa. Saat ini
pertunjukkan wayang kulit sebagai media menyampaikan pesan politik dan nasehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar